Pengadilan
Tata Ruang? woww…. secara aku baru tau tentang adanya pengadilan tata ruang
yang ada di luar negeri (kalo gak salah inget: Amerika). pagi ini saat kuliah
manajemen pembangunan, dosennya cerita tentang manajemen hukum dan regulasi
tata ruang. ditengah-tengah kuliah sang dosen cerita kalo di amerika itu ada
juga pengadilan tata ruang. tugasnya meneggakkan hukum ketata ruangan gitu deh.
Terus saya
berfikir, ” wah keren juga tuh, ada pengadilan tata ruang. mendukung banget
buat ngelindungi perencanaan yang udah dibuat susah dan ‘mahal’. kalo di
indonesia ada, wooowww, keren banget. “
kalo boleh saya
optimis, kedepan indonesia juga punya pengadilan tata ruang, biar rencana yang
udah dibuat terealisasi dengan ‘benar’. tentu terlepas dari kondisi negara saat
ini yang masih mencari jati diri, indonesia dalam bidang hukum dan peraturan
harus punya jati diri lah . saya
meyakini indonesia mampu dan bisa untuk mewujudkannya. kan indonesia punya
sarjana-sarjana hukum yang jumlahnya lumayan banyak dan pinter-pinter lagi?.
kalo beneran ada,
setidaknya pengaturan ruang untuk mewujudkan perilaku manusia yang baik pun
dapat terlaksana. karena tujuan dari tata mengatur dan menciptakan ruang yang
sasarannya lebih ditekankan pada mengatur perilaku/aktivitas manusia. (Sumber : dewiultralight08).
Mari kita simak cerita berikut, …..
Tata Ruang, apa kabarmu ? Anda kenal ?
( apaan tuh ?
). Tapi anda tahu, kan, kalau membangun rumah tanpa IMB bisa dirobohkan. Kasus
pembongkaran vila2 di Puncak, anda sering dengar beritanya di koran. Atau,
aturan gedung2 di Kota Bandung tak boleh melebihi 17 lantai, demi keamanan
penerbangan dari dan ke luar bandara Husein Sastranagara. Bangunan di Bali
ditabukan melebihi tinggi pohon kelapa ( meski kalangan investor berupaya
menggugat hukum adat itu ). Bali mempesona dengan seni tradisinya yang terjaga,
bukan gedung2 pencakar langit modern seperti keseragaman di banyak tempat
dunia. Be yourself, people ...
Dalam
perjalanan pulang, anda lihat bedeng liar di bantaran kereta api atau sungai.
Warteg di atas saluran air ( drainase ). Anda lihat ruang hijau mendadak (
berubah ) pomp bensin (SPBU). Trotoar dipenuhi PKL, sekaligus lalulintas
alternatif bagi motor ngepot. Lapangan olahraga
jadi kios untuk kas RT. Halaman depan rumah yang dulu taman, resapan air,
ruang masuk cahaya matahari untuk kesehatan penghuni rumah ( alias tak boleh
dibangun karena dikenai aturan sempadan ) ternyata dimanfaatkan untuk kandang
ayam ( yah, daging ayam memang sedang mahal ). Serangkai pemandangan biasa ini
adalah contoh pelanggaran Tata Ruang. Ruang ditata agar warga mendapat manfaat
maksimal dari penggunaan lahan. Kalau kita yang untung, mestinya kita peduli.
Jalan jebol, overload, karena .. karena
..
Jalan
rusak berlubang, semua pun kompak protes. Tapi, adakah yang berpikir, rusaknya
jalan karena ulah masyarakat yang tidak tertib Tata Ruang ? Kondisi
drainase kota buruk, karena masyarakat gemar buang sampah sembarangan. Enggan
merawat lingkungan. Karena pemilik kios di atas saluran ( berikut limbah
usahanya ) terus membandel ketika ditertibkan satpol PP. Karena penyelenggara
jalan membuat paket perbaikan jalan terpisah dengan paket perbaikan drainase.
Terjadilah tanggul saluran lebih tinggi dari jalan, karena tidak terintegrasi
perencanaan dan pelaksanaannya. Jalan berubah fungsi jadi selokan raksasa.
Aspal cepat melapuk, lalu rusaklah jalan. Tamat riwayatmu .. ( bagi yang tidak
gesit berakrobatik menghindari lubang ).
Karena antar
instansi kurang koordinasi ketika menanam instalasi di bawah jalan. Gali lubang
tutup lubang, setelah ratusan milyar dana APBD digelontorkan untuk menghaluskan
jalan. Karena pemerintah menangani semua pembangunan infrastruktur. Karena
supir melanggar aturan tonase kendaraan saat melintasi jalan. Karena warga
berbondong-bondong sepulang mudik membawa orang sekampung, meski minus
ketrampilan. Ramai2 menyesaki kota. Karena investor berebut membangun mall di pusat kota yang sudah padat
merayap. Karena tak berdayanya para pengambil kebijakan menghadapi manuver dan
target produksi industri otomotif. 2 juta motor tahun ini, kata mereka.
Pertumbuhan kendaraan 14 % pertahun. Jalan pun menjerit ( kelebihan beban ).
Kalau saja pembangunan merata,
penduduk tersebar, Jawa takkan tenggelam. Nasi sudah jadi bubur..
Tahun
2015, diprediksi Jakarta tenggelam. Jalan R.E.Martadinata, Jakarta, dini hari
amblas sepanjang lebih 100 meter. Rupanya, penurunan tanah di salah satu kota
terpadat di dunia ini sudah parah. Sampai 20 cm pertahun. Penyedotan air tanah
yang luar biasa rakus akibat beban penduduk yang luar biasa banyak ( masih
berniat megapolitan ? ). Air laut pun merembes ke daratan ( intrusi ). Air
sumur jadi asin. Muncul wacana pemindahan kota ke Kalimantan.
Sisi lain
kepadatan penduduk adalah kemacetan jalan yang memboroskan bahan bakar (kita
masih bicara Tata Ruang, lho, terutama rencana tata ruang yang keliru atau
dampak pelanggaran ). Muncul wacana pembatasan subsidi BBM untuk kendaraan
tahun 2005 ke atas, atau lebih tepatnya mesin injection. Mobil lama dengan karburator masih
diperbolehkan menggunakan premium/ oktan rendah/ subsidi. Mobil lama jika
menggunakan pertamax, mesinnya akan terasa lebih joss ( bertenaga ). Mesin lebih awet. Mau
coba campursari, premium dengan pertamax ? ( untuk mobil lama ). Boleh.
Sesuaikan dengan ketebalan kantong anda. Zat aditif di pertamax, rupanya biang
ketokceran mesin mobil. Coba saja. Hitung2 membantu menghemat anggaran negara.
Emangnya cuma ahli hukum yang pengacara ?
Planolog, urban designer, arsitek juga bisa.
Seharusnya, Tata Ruang melibatkan
tenaga ahli yang jelas statusnya. Kiprahnya menentukan hajat hidup orang
banyak. UU no.26 tahun 2007 tidak memuat klausul para ahli dilibatkan. Para
ahli tata ruang diusulkan melakukan pekerjaan seperti pengacara yang bisa
membela kliennya, mengajukan usul ke BKPRD, melakukan persidangan dengan BKPRD.
Harus ada planner ( perencana ) yang bisa menjelaskan
kepada masyarakat tentang banyak hal, masalah, yang kedetailan
sehari-hari mencapai skala 1 : 1000 atau 1 : 500, tapi tidak tertuang dalam
RTRW. RTRW, RDTR dan zoning tidak bisa menjawab, padahal masalah harus segera
diselesaikan. Pengacara biasa tidak mengerti tata ruang.
Pengadilan
Tata Ruang, pengacaranya bisa dari profesi mana saja. Bayangkan BKPRD dengan
metode trias politika ( ada eksekutif, legislatif dan yudikatif ). Yudikatif
tidak boleh bermain di Tata Ruang. UU no 26 tahun 2007 belum dilengkapi lembaga
yudikatif. BKPRD yang sudah dirombak, bisa jadi cikal bakalnya. Dengan begitu,
pemerintah tidak perlu full menggunakan APBD untuk membangun
infrastruktur. Pada titik ini, UU no.26 tahun 2007 perlu direvisi sekaligus
disatukan dengan UU no 27 tahun 2007. Daripada, DKP bingung menerapkannya.
UU no 27 tahun
2007 memang bagus, tapi nyatanya ketika daerah berbuat seenaknya membuat aturan
turunannya, kita akan mengacu ke mana ? ( jadinya seperti macan kertas ). PU
juga tidak tahu. Induknya tidak jelas. Atau Tata Ruang dikeluarkan dari PU,
dialihkan ke badan nasional semacam BKPRN ? ( http://www.bkprn.org/ ). Apakah persidangannya di sana ?
Apakah harus seperti itu, tentunya perlu kajian lebih mendalam. (sumber : “Tata
Ruang” ed.6/2010, Great People & City).
-----------------------------------------
rumahkarangsari.blogspot.com
rumahkarangsari@gmail.com
0 komentar:
Posting Komentar